Rabu, 13 Mei 2020

Cinta



Cinta, satu kata berjuta makna yang pastinya dirasakan oleh setiap insan. Walaupun dirasakan oleh semua makhluk hidup, tapi nyatanya cinta pada setiap orang berbeda-beda dalam merasakannya. Setiap orang mempunyai caranya sendiri dalam memperlakukan orang yang dicintai dan disayanginya. Yang pasti, cinta itu nyata adanya.

Berbicara tentang cinta, merupakan suatu hal yang wajar untuk dialami karena rasa sayang dan cinta merupakan kebutuhan manusia. Namun sejak disekolah kita tidak pernah diajarkan bagaimana cara menghadapi perasaan itu yang padahal mengelilingi fikiran kita dan mempengaruhi setiap tindakan kita ketika sedang merasakannya. Siap ataupun belum siap, cinta bisa datang secara tiba-tiba.

Maka dari itu, pada topik kali ini saya ingin membahas tentang pandangan saya terhadap cinta. Dikarenakan walaupun bermain dengan perasaan, kita harus dapat menyadarinya agar lebih tepat dalam mengambil tindakan pada diri kita. Saya pernah mendengar kutipan dari Lex dePraxis: 

“Melogikakan hubungan cinta, tidak akan mengurangi esensi dari cinta itu sendiri.”

Walaupun sebuah perasaan cinta yang tidak bisa ditebak, namun dengan melogikakan perasaan tersebut maka kita tidak akan mengurangi rasa daripada cintanya itu sendiri. Jadi dengan menggunakan logika, saya rasa merupakan hal yang penting untuk mengatur diri kita agar tidak salah dalam mengambil setiap tindakan maupun masa depan.

Sebenarnya definisi cinta menurut saya itu sangat sederhana, yaitu rasa sayang yang dirasakan oleh kedua insan untuk saling bahagia. Tapi terkadang, cinta itu sering sekali dirumitkan dengan rasa kecemburuan, menguasai, dan keterikatan emosi.

Misal, saya pernah tersadar ketika saya mengidam-idamkan seseorang. Dan saya mempertahankan rasa suka saya sampai waktu yang lama dan menjaganya. Namun pada suatu waktu, orang tersebut berpaling pada orang lain. Dan saya menganggap diri saya sudah setia terhadap orang yang saya idamkan tersebut.

Saya tersadar bahwa perasaan cinta saya itu bukanlah sebuah kesetiaan, namun terobsesi. Mungkin rasa suka yang kita alami terhadap seseorang merupakan bayangan dalam fikiran saja yang selalu mengidealkan orang tersebut untuk menjadi pasangan kita kelak tanpa memikirkan hal-hal lain yang akan terjadi sebenarnya. Istilah cinta itu buta mungkin berlaku karena harapan kita yang sudah terpaku pada sosok ideal tersebut.

Menyukai seseorang memang bukan suatu kesalahan, namun bagaimana kita menyikapi perasaan suka itulah yang terkadang membuatnya menjadi salah. Saya tersadar, dari penduduk dunia yang berjumlah sekitar 7 miliar orang ini. 6,99 miliarnya juga tidak mengharapkan sosok yang kita idam-idamkan. Kita hanya fokus pada satu orang tersebut sampai lupa pada hal lain yang lebih penting.

Saya merasa mungkin memang belum waktunya untuk berpasangan karena masih ada hal panjang yang harus saya jalani untuk kehidupan diri sendiri. Namun, dengan pasangan terkadang kita menjadi jauh lebih semangat untuk menjalani kehidupan dan selalu ada drama didalamnya.

Seperti apa yang pernah dikutip oleh Pramoedya Ananta Toer:

“Cinta itu indah, begitu juga kebinasaan yang membututinya. Orang harus berani, menanggung akibatnya.”

Terkadang saya juga selalu terfikirkan untuk berpasangan ketika saya menyukai seseorang. Dan saya pernah menuliskan pada buku catatan pribadi saya tentang “Kenapa saya harus berpacaran?” lalu membaginya kedalam dua sisi positif dan negatifnya ketika saya berpacaran.



Setelah menulisnya, perasaan saya menjadi lebih jelas dan saya memilih sisi kanan untuk tidak berpacaran. 😆

Berikut ini juga ada teori oleh Robert J. Sternberg tentang “The Triangular Theory of Love” tapi bukan tentang cinta segitiga 😅, melainkan tiga komponen dalam cinta:
  1. Lust (hawa nafsu)
  2. Intimacy (keintiman)
  3. Commitment (komitmen)

Kalau kamu hanya memiliki satu komponen, yaitu hawa nafsu. Artinya kamu “Infatuasi” atau dalam hubungan berpasanganmu hanya sekadar nafsu belaka tanpa memikirkan komitmen dan keintiman.

Kalau kamu hanya memiliki satu komponen, yaitu keintiman. Artinya kamu Cuma naksir/suka sama orang tersebut karena dekat.

Kalau kamu hanya memiliki satu komponen, yaitu komitmen. Artinya cinta tersebut hanya kosong belaka. Biasanya karena perjodohan.

Kalau kamu mempunyai dua komponen, yaitu nafsu dan keintiman. Ini namanya cinta romantis. Biasanya seperti orang pacaran yang belum tentu punya komitmen/keterikatan yang legal dari badan hukum.

Kalau kamu mempunyai dua komponen, yaitu nafsu dan komitmen. Ini namanya cinta buta. Biasanya cinta yang didasari dengan ketertarikan fisik dan komitmen yang dilandasi dengan hasrat menggebu tanpa keterikatan emosional.

Kalau kamu mempunyai dua komponen, yaitu keintiman dan komitmen. Selamat, Anda terkena friendzone a.k.a cinta pertemanan. Ini biasanya kalau misalkan pasangannya udah tua dan ingin saling berbagi kasih sayang tanpa hasrat yang memadai.

Dan yang terakhir ketika kamu mempunyai ketiga komponen tersebut, yaitu nafsu, keintiman, dan komitmen. Selamat, cintamu sudah sempurna. Tinggal pertahankan dengan komunikasi yang asertif, saling memaafkan, berbagi, dan memahami satu sama lain.

Itu adalah teori of love dari Robert J. Sternberg.

Karena cinta setiap orang yang dirasakan berbeda. Tidak sedikit juga saya menemukan bahwa banyak orang untuk takut dalam jatuh cinta dikarenakan tidak yakin untuk bisa menemukan seseorang yang sayang seperti orang tuanya.

Mungkin sampai sini dulu aja pandangan saya mengenai “cinta” ini. Bagaimanapun perasaan yang dihadapi, jangan lupa untuk tersadar dengan kehidupan saat ini dan tidak mengambil keputusan saat sedang dibutakan.

Kalau kamu memiliki pandangan lain tentang cinta, bisa ditulis didalam kolom komentar. Atau juga saran topik bahasan lanjut yang ingin dibaca.

Terima kasih, jangan lupa bahagia! 😊 karena kebahagiaan cinta tidak ada jaminan untuk selamanya 😝