Senin, 02 Januari 2023

Menyebalkan

Suatu siang seorang anak baru bangun dari tidur larut malamnya. Muda dan berambisi besar, si anak yang tengah berjuang semalaman dalam perjuangan perkuliahan melelapkannya dalam sekejap setelah semua pekerjaan selesai. Tak terduga, ia dibangunkan oleh jengkelnya suara telepon yang terus berulang bunyi membangunkannya. Dari teman kelas kuliah! Ternyata sumber telepon itu masuk. Hanya menanyakan bagaimana caranya menginstalasi sebuah aplikasi yang baru mereka pelajari pada mata kuliah pekan lalu. Si anak dengan menenangkan diri menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan baik walaupun kantung mata masih memberatkan untuk melanjutkan tidurnya yang baru dua setengah jam. Dalam hati selesainya telepon ia hanya bisa melampiaskan kemarahan pada siang hari itu dengan bergumam dalam diri. Meratapi kenyataan yang masih setengah sadar dan belum bisa melanjutkan tidurnya karena sudah berpapasan langsung dengan sinar matahari dari jendela kamar kosnya dalam siang bolong tersebut. “Mengganggu saja!” gumam si anak dalam hati setelah akibat yang dirasakannya saat ini. Lagi pula untuk apa seorang mahasiswa jurusan IT menelepon hanya untuk bertanya bagaimana caranya menginstalasi sebuah aplikasi yang hanya tinggal menekan tombol selanjutnya saja secara menerus. Dengan terpaksa, ia harus melanjutkan harinya dengan bermain gadget sampai ia kembali tertidur dalam dua jam setelahnya.

Seorang anak lain dalam malam setelah salat isya sedang merapikan kamar tidurnya untuk bersiap tidur tepat waktu. Seperti biasa, berkomunikasi panjang melalui sambungan telepon dengan ibunya sebelum tidur selalu menjadi rutinitas wajib baginya. Maklum, ini tahun pertama ia merantau dari keluarganya di kota nan jauh untuk berkuliah setelah ditinggal lebih dahulu oleh bapaknya yang sudah almarhum. Sang anak berasal dari salah satu desa di Pulau Sumatera. Memberanikan jauh merantau ke Pulau Jawa untuk melanjutkan jenjang pendidikan dalam bidang IT yang ia yakini akan menjadi prospek bagus dimasa depan. Sejak di bangku sekolah ia belum pernah sekalipun memegang laptop. Hanya komputer tabung yang senantiasa ia ulik untuk mengikuti pelajaran TIK di sekolah menengah dan mengikuti kurikulum sekolahnya untuk mengenal cara mengetik di aplikasi word. Dengan bantuan kakaknya yang sudah bekerja di kampung halaman, ia memberanikan diri untuk mengejar cita-cita dalam bidang teknologi dan merantau. Mengejar pendidikan adalah berproses agar memahami suatu hal, prinsipnya.

Merantau sendirian dari kampung halaman bukanlah hal mudah baginya. Terkadang juga ia berat hati untuk meminta bantuan orang lain dikala ia kesulitan untuk menjalani perkuliahannya. Malam itu ia tersadar bahwa ada satu pekerjaan rumah perkuliahannya yang belum ia selesaikan. Sekian kali mencoba modul pelajarannya, namun ia terhenti karena tidak bisa menginstalasi aplikasi pada laptop yang ia pinjam dari saudaranya. Setelah berjuang selama dua jam, ia akhirnya menyerah. Mau tidak mau, ia harus meminta bantuan pada orang lain. Namun ia bingung karena ia bukanlah tipe orang yang membuka diri terhadap orang lain bahkan teman kelasnya sendiri. Sampai akhirnya ia teringat dengan salah satu anak kelas yang pekan sebelumnya ia tolong ketika ingin meminjam alat tulis. Setidaknya aku memiliki alasan dan pastilah ia ingin menolongku kembali, pikirnya. Namun jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, bukan jam kerja dan tidaklah sopan baginya untuk menghubungi seseorang. Akhirnya ia menelepon keesokannya pada siang hari.

Sabtu, 10 September 2022

Dasar! Pikiran

Empat tahun sudah dunia perkuliahan, jati diri masih gini-gini saja. Mau jadi apa sih?!

Hanya karena kumpulan dokumenter-dokumenter dari YouTube cukup untuk mengubah ambisiku untuk berharap akan lanjut studi di manajemen. Dahulu awalnya bisa berangan-angan akan mempunyai start-up sendiri dengan tim terhebat layaknya Steve Jobs dan Bill Gates. Orang tersukses dalam dunia IT dan dikolaborasikannya dengan bisnis. Selalu excited ketika menyaksikan perjalanan hidup mereka dari dunia perkuliahan, persaingan di Silicon Valley, hingga aku sendiri bisa menggunakan produknya saat ini.

Teknologi nyatanya mampu mengubah dunia dan orang didalamnya yang membuatnya. Katakan saja Mark Zuckerberg yang mampu menjadikan Facebook sebagai wadah interaksi baru pada zamannya bahkan bisaa melebihi dunia nyata yang berjalan, atau terkenal dengan sebutan dunia maya.

Aku bukanlah orang yang cakap dalam menggerakan kerabatku dengan baik. Menggerakan mereka dan dikenal dengan baik selalu aku tempuh dengan teknologi. Aku mendalami itu sejak masa sekolahku hingga kuliah. Tujuh tahun sudah berkutat didalamnya. Persaingan yang kuat dengan bibit-bibit unggul pada masa angkatan remajaku membuatku selalu berpartisipasi dalam kompetisi dan perkembangan teknologi saat ini. Ya, saat ini semua bisa kamu dapatkan dengan mudah melalui gadget mu.

Wadah interkasi yang sudah sangat cukup dan maju ini ternyata membukakan wawasanku akan hal apapun. Tidak lagi percaya dengan apa “katanya” secara lisan. Semua objek isu saat ini bisa dikulik sendiri melalui Twitter dan bahkan kamu akan dengan mudah mencari siapa yang baru saja berpapasan denganmu di Instagram tanpa harus berinteraksi secara langsung.

Dunia perkuliahan mengajarkanku dengan artinya kedewasaan dan kebebasan melalui pergaulan. Interaksi dunia nyata dan keresahan sesama umur selalu membuatku berpikir maju. Entah maju dalam hal kompetisi, ataupun dengan bobroknya hal negatif. Yang pasti aku mulai semakin sadar dengan dunia nyata saat ini yang sedang terjadi.

Dunia ini kadang unik, ambisiku yang besar dan haus akan segala hal tak selalu selaras dengan apa yang didapati. Pada nyatanya akan selalu berjalan mengalir begitu saja apa adanya. Andai saja orang sukses adalah orang yang cerdas, maka seharusnya pekerjaan dosen akan selalu menjadi dambaan dan sangat mahal. Andai juga orang sukses adalah orang-orang yang cerdik, maka seharusnya tak ada lagi koruptor-koruptor yang beritanya selalu terpapar di feeds Instagramku. Dan andai juga orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang taat. Maka seharusnya tidak ada lagi permainan nepotisme yang terjadi hingga perseteruan spiritualitas yang sama dan sselalu terjadi.

Tapi inilah duniawi, kamu bisa menjadi orang yang sukses dan dikenal dengan biasa saja. Spesial tak selalu datang kepada dia yang berambisi besar. Semua orang memiliki bidangnya masing-masing untuk sukses dengan garis start dan finish yang berbeda pula. Semua proses rasanya sama saja, karena kita hidup pada dunia yang sama. Tergantung bagaimana sudut pandang orang itu menerima.

Aku tak tahu untuk apa tulisan ini dibuat. Aku tersadar malam ini malam minggu dan aku masih menyendiri dengan buku ku. Dan tidak lama lagi aku akan menempuh bidang lingkungan. #

Selasa, 19 Juli 2022

Begitu Cepat

Saat ini begitu menyedihkan, lama aku tak merasakannya. Ada dua hal yang datang dengan begitu cepat membawa kebahagiaan dan saat ini pergi meninggalkanku. Tanpa aku sadari semua ini hanyalah sesaat.

Pertama mengenai akademikku. Lama sudah aku berada di zona nyaman akan semua proses akademikku mulai dari sekolah hingga perkuliahan. Akhirnya aku harus berjuang sendiri, lagi. Perjuangan yang sebelumnya bersama kerabat bahkan dukungan orang yang aku hormati. Sekarang mereka semua meninggalkanku. Tidak butuh kata semua untuk membuatku terdiam saat ini. Hanya satu orang saja yang diluar dugaanku akan berubah sepenuhnya terhadapku membuatku merasa sangat tersakiti. Walaupun memang aku tak pernah putus asa terhadap langkahku selanjutnya yang akan kulalui, namun dikecewakan oleh seseorang yang tak pernah diduga sangatlah menyakitkan.

Kedua mengenai hubunganku. Akhirnya aku bisa kembali merasakan mempunyai pasangan. Banyak sekali pelajaran yang aku lalui bersamanya. Bukan, topik kedua ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan topik yang pertama tadi. Tidak ada penyesalan sama sekali terhadap hubungan yang aku pernah jalani ini. Perasaan tulus untuk memberi kebahagiaan terhadap orang lain membuatku tersadar bahwa dimana ada harapan selalu diiringi dengan rasa kekecewaan. Kekecewaan akan harapan diri sendiri yang terlalu berserah dan hampir lupa bahwa semua ini tidak ada yang abadi.

Benar kata orang, sesuatu yang datang begitu cepat akan pergi dengan begitu cepat pula. Kebahagiaan sesaat yang aku alami harus dibayar langsung dengan kepergiannya juga. Rasa sakit yang datang membuatku ingin kembali mengingat diriku sendiri. Memangnya siapa diriku ini? Aku hanyalah anak kecil dari kampung halamanku yang sudah mulai mengenal dunia luar dan bisa memposisikan diriku dan kembali harus melihat kebawah bahwa aku bukanlah siapa-siapa sebelum aku keluar rumah dan harus kembali lagi ke rumahku sendiri. Hanyalah keluarga sedarahku yang memang bisa membuatku menjadi apa adanya. Aku rindu mereka.

Yang terbaik akan datang diwaktu yang tepat, bukan diwaktu yang cepat. Entah suatu saat nanti atau tidak, aku yakin semua ini adalah pelajaran yang datang kepadaku. Semua mengajarkanku akan kedewasaan dalam bersikap. Tak perlu lagi membenci atau menghindarinya. Aku hanya bisa terdiam ketika semua yang datang tidak sesuai keinginanku. Diam untuk menunggu waktu yang tepat dalam menyikapi. Tanpa perlu menghakimi, tanpa perlu membela diri sendiri. Aku harus terima kenyataan ini sendiri.

Lama sudah tidak kembali ke daerah Jawa Tengah, sudah sekitar satu tahun lebih lamanya aku akhirnya bisa kembali ke Kota Solo. Sepulangnya dari Gunung Merbabu di Boyolali kemarin aku sendirian langsung menghampiri kota yang selalu khas dengan sebutan “alon-alon asal kelakon” atau pelan-pelan tapi pasti. Sangat tenang rasanya berada dikota ini walaupun hanya sehari aku singgah di pusat kota sebelum akhirnya harus kembali ke Bandung melalui Terminal Tirtonadi. Sungguh, selalu berjalan ke setiap sudut kota dengan pandangan-pandangan baru terhadap diri sendiri merupakan meditasiku dalam menentukan setiap langkah selanjutnya yang akan aku lalui.

Bismillahirrahmanirrahim.


Minggu, 26 Juni 2022

One Step

One step, continue the step, walk, and reach the goal.

It all started with the growth of the legs that supported me.

Support me from being a nobody, so I can get to know the world.


No, I was nothing before I grew up.

I'm not a friend of anyone they know.

I am only with those who grow me so that I can walk.

Starting my steps with one step.

A step that does not know where to go, left or right, right or wrong.

I choose to keep going wherever I want.


Wrong! It turns out that this time I was wrong.

I just realized, and if only I could repeat my steps. I will definitely repeat.

But I've chosen every step I take, I choose for myself.

Without knowing what is wrong, without knowing what is right.

I've certainly thought about my options.

I'm still stupid and sorry for his own choice.


This is the reality and choice of life.

Nothing to be sorry about really.

Even if my choice is wrong.

All of this is more and much better than I have ever stepped in once.

Everything has meaning and learning.


I just need to breathe from my last misstep.

So that I don't go wrong again with the same steps from my previous mistakes.