Minggu, 27 Juli 2025

Kami Masih Percaya

Di tengah gempuran zaman yang makin terkotakan dan individualis. Dari sudut pilihan hidup mahasiswa yang serba terakomodasi dan sibuk untuk terus produktif dengan caranya masing-masing dengan bekerja, liburan, hingga rebahan.

Kami, manusia-manusia dengan berbagai macam latar belakang kehidupan dari mapan dan terbatasnya kondisi ekonomi keluarga; dari jurusan sosial, sains, hingga kesehatan; dari kesibukan pentingnya waktu-waktu yang harus diurus diluar kegiatan kami; dari jenjang tahun angkatan dan umur. Kami justru memilih jalan yang berbeda dari normalnya kehidupan yang nyaman. Masuk ke ruang yang tak pernah membedakan dan mendamba-dambakan siapapun. Menghadapi diskusi yang kadang tidak selesai dari matahari terbit hingga kembali terbit, latihan fisik pagi lalu sore masih berlanjut disaat teman-teman kelas kuliah kami sedang nongkrong atau mengejar deadline magang di tempat kerjanya yang mendapatkan upah.

Sebagian dari kami lupa cara tidur nyenyak, sebagian lainnya lupa makan hingga mandi membersihkan diri. Dalam seminggu bisa tiga kali kami berlari tujuh hingga sepuluh kilometer, bukan karena sedang bersiap lomba atau menjadi atlet, tapi karena proses tubuh harus belajar dari ruang yang kuat untuk niat dan tanggung jawab yang jauh lebih besar. Persiapan kegiatan dan mimpi dari diri sendiri yang sudah dibentuk tentu bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Mimpi memang mudah tapi sekadar jadi bahan arsip wacana tentu bukan pilihan kami.

Pendanaan datang bagai teka-teki. Kami tahu betul, kegiatan ini tidak akan berjalan kalau hanya menunggu rezeki turun dari langit. Maka kami harus memutar otak agar bisa berjalan, disaat kami sudah lelah dan banyak menyerah dengan perencanaannya. Berjualan, belajar mendapatkan uang yang jujur dengan usaha nyata, menulis proposal, mencari relasi, membujuk orang tua, hingga merelakan barang kesayangan untuk dijual disaat itu semua belum menjamin dan tidak pasti. Kami belajar menyusun strategi, menata harapan, dan menerima kenyataan bahwa tidak semua upaya berbuah cepat. Tapi satu yang kami yakini, kami berproses dalam diri kami.

Kami belajar bahwa impian dan realita tidak selalu sejalan, tapi bukan berarti tak bisa dipertemukan.

Mentor kami bukan pemegang kunci jawaban. Mereka teman jalan yang bersedia menahan marahnya, membimbing kami dalam gelap, menegur bila kami lupa arah dan salah. Disanalah letak transformasi. Character development bukanlah jargon sinetron remaja. ia hadir dalam bentuk yang nyata dihadapan kami ketika kami belajar untuk jujur pada diri sendiri, pada tim, pada keadaan.

Kami percaya pada gegap gempita angkatan kami BKP25. Percaya pada nilai-nilai yang katanya "lama" berdiskusi semalaman, berdebat tanpa dendam, memeluk teman yang menyerah, dan tertawa sekeras-kerasnya walau tubuh sudah sangat lelah.

Di dunia yang berjalan begitu cepat, kami masih percaya pada proses.

Kami adalah bagian dari 148 pendaftar calon anggota Mapala UI 2025 yang awalnya mendaftar dengan mata berbinar dan berdebar. Kami menyusut hingga 50 orang saat ini. Entah nanti yang akan dilantik berapa. Tapi kami tahu, angka bukan ukuran nilai. Yang terpenting bukan siapa yang sampai, tapi siapa yang tetap jujur dalam prosesnya.

Kami, yang bertahan, bukan karena ingin jadi hebat atau eksis. Tapi karena merasa ini penting. Tidak ada yang perlu kami buktikan kepada orang lain, kami hanya ingin menjawab pada diri kami sendiri bahwa kami bisa menyelesaikan sesuatu yang kami mulai dengan niat dan keinginan yang teguh.

Kami tahu kami belum sempurna dan banyak kurangnya. Kadang masing bingung, kadang kesal, kadang pasrah. Tapi juga sering kali tersentuh. Ada momen ketika lelah bertukar jadi bangga. Ketika diam-diam dalam hati kami tidak sadar dan bangga bisa bertahan hingga sejauh ini.

Mungkin dari luar kami terlihat gila. Karena kami memilih jalan yang sulit, tanpa bayaran, tanpa sorotan, dengan resiko ditinggalkan, disalahkan, bahkan dicibir.

Tapi kami bukan bodoh. Kami tahu persis kenapa kami memilih jalan ini. 

Karena kami masih percaya...

Bahwa karakter bisa tumbuh meski ditinggalkan sistem.

Bahwa organisasi bukan hanya tempat belajar manajemen, tapi belajar menjadi manusia.

Bahwa teman bukan hanya orang yang membantu, tapi orang yang bisa marah ketika salah, dan tetap tinggal menetap ketika kita jatuh.

Bahwa pendidikan tidak hanya tentang lulus cepat, tapi tentang menyelami kedalaman nilai, makna, dan kontribusi yang tidak instan.

Kami masih percaya bahwa jalan ini akan menumbuhkan kami jadi orang-orang yang tidak hanya pintar, tapi juga bijaksana. Tidak hanya kuat, tapi juga peka. Tidak hanya kompeten, tapi juga penuh cinta.

Kami masih percaya.

Walau kadang kami pun lelah.

Walau tak selalu bisa dipahami.

Walau tak selalu ada yang menepuk bahu kami dan memuji kami.

Tapi kami percaya,

bahwa semua ini akan berguna.

Kalau bukan hari ini, mungkin nanti.

Kalau bukan untuk kami, mungkin untuk orang lain.

Dan itu cukup.


Kepada teman-teman angkatan BKP25 Mapala UI,
Terima kasih masih bertahan hingga sejauh ini.
Adam - Calon Anggota Mapala UI BKP 2025
CAM-004

Sabtu, 17 Mei 2025

Teman Hidup

Hi Din!

Setelah penantian tiga bulan lamanya akhirnya kita dipertemukan hari ini. Hari dimana kita sepakat untuk menentukan arah dan tujuan kita kembali setelah melewati masa-masa kasmaran remaja alay dan cinta-cinta monyetnya.

Hal yang ga terduga jauh sebelum menjelaskan baik-buruk-dan jawaban nanti adalah kita bisa melewati ini dengan sangat baik, Din. Jauh dari ekspetasi yang kayaknya percintaan rasa penasaran dan obsesi. Lima tahun lalu aku pernah menuliskan tentang apa itu cinta dalam teori dan logika. Lucu ya, semua teori dan tulisannya itu terjawab dalam dirimu, tanpa disengaja, tanpa diduga.

Berawal dari pertemuan di MAPALA ya... walaupun sepertinya memang sudah niatmu juga ya mencari jodoh hahaha, dan aku yang sangat serius akan menjalani proses pencinta alam untuk ambisius mengabdi kepadanya. Dari pesona pelari terakhir yang masih konsisten dalam barisannya di stadion universitas indonesia diantara cowok-cowok lain, postur tubuhmu yang bagus, hingga kisah-kisahmu menjalani gagalnya menjadi bagian dari kepolisian. -- Disitulah kamu menarik; bukan karena kamu kuat dan sukses, tapi karena kamu rapuh dan tetap berjalan dengan segala proses yang ada.

Banyak sekali hal-hal yang bisa diceritakan selama perjalanan kita sejauh ini dan tentunya jadi pelajaran berharga dalam hidupku. Perasaan cinta-cintaan yang alay kayaknya sangat jauh dari pertemuan kita dan interaksi yang berjalan selama ini. Straight to the point, please. self-claimed nya andin dalam status whatsappnya anak ilmu komunikasi yang jadi kekurangan dalam diriku. Malu rasanya kalau harus jujur dalam tulisan 3 bulan ini yang mewajibkan ada bahasan baik dan buruknya dirimu. Mungkin, dan aku yakin, kamu selalu bilang merasa bodoh dan malu denganku. Tapi aku justru belajar lebih banyak dalam mengenal diriku sendiri, Din. Aku belajar berkompromi denganmu, mengelola emosional yang sebelumnya serba egois dan kita bisa mengkomunikasikannya berkat dirimu.

Dalam diriku selalu bangga denganmu dan bersyukur kepada Tuhan sudah dipertemukannya perempuan yang bagi diriku sempurna. Sempurna dalam berpasangan untuk terus berproses bersama walaupun berbeda umur dan latar belakang sosial lingkungan. Aku bersyukur semesta yang mendukung hubungan kita dan mungkin hanya mapala saja yang kita tahan selama ini untuk tetap profesional hahahaha.

Hal-hal yang kurang tentu banyak dan bukan manusia kalau tidak ada kekurangan. Tapi dari kekurangan yang terus belajar memahami untuk lebih baik itulah yang aku syukuri dari hubungan kita dengan berproses.

Aku suka dengan kebaikan yang ada dirimu dalam berkomunikasi dan juga di jurusan ilmu komunikasi kampus kita tercinta. Aku suka rupa dirimu yang sangat cantik (betapa tidak sadarnya diriku bisa menahan nafsu terhadap rupamu yang sempurna bagiku namun terelakkan dengan komitmen kita agar tetap menjaga batasan nafsu ini). Aku suka setiap kamu berinteraksi dengan siapapun yang selalu jadi perantaraku dalam bersosial dengan yang lain yang aku gabisa dan malas. Aku senang orang-orang bercerita denganmu walaupun kadang buat kamu lelah juga. Aku suka latar belakang daerahmu yang banyak sekali adat dan penilaian sosial yang masih konteksnya dengan finansial uang. Mungkin kamu akan mengira itu akan jadi faktor utamaku menilai ketidaksukaanku denganmu. Tapi itu justru menjadi faktor utama kesukaanku karena kamu bisa memahami dan juga berbeda dengan penilaian sosialmu. Kamu tetap berkomitmen dengan prinsipku. Love you sayang.

Naif rasanya kalau semua hal-hal baik selalu dicurahkan tanpa menghiraukan yang tidak baik dalam dirimu. Namun ketidakbaikan itu justru jadi indikator lanjut dalam berproses yang sudah aku maksud sebelumnya, kita ga akan bisa sempurna tapi justru ketidaksempurnaan itu yang bisa membuat kita terus belajar dan jadi teman hidup dalam berproses menikmati kehidupan. Masih ada juga hal-hal yang kadang berbeda dengan diriku tapi kamu selalu belajar untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Dan aku gamau menyalahkanmu karena memang harusnya seperti itu dari bentukan latar belakang sosial dan zamanmu.

Seperti namanya, teman hidup. Kamu terlalu sempurna untukku berproses bersama seumur hidupku Din. Kamu ga ada kekurangan dalam perspektifku menilaimu. Aku yang terlalu banyak kekurangan terutama dalam mengontrol diriku sendiri, dan aku sangat mewajari tulisan balikmu yang akan membahas kekuranganku itu. Jangan sungkan dan merasa berbeda karena kamu menilaiku. Aku juga hanya ingin jujur disini dan itulah perspektifku yang mungkin kamu akan mengelakknya.

Dan setelah semua yang aku rasakan, yang aku pelajari, yang kita jalani tanpa banyak janji manis atau drama, aku sadar bahwa mencintai seseorang ternyata bisa sesederhana ini. Tenang, jujur, dan pelan-pelan tumbuh. Tanpa perlu dibuat-buat, tanpa harus jadi sempurna. Karena kita tahu, kesempurnaan itu cuma ilusi yang kita kejar-kejar, padahal yang paling manusiawi justru saat kita bisa saling menerima di tengah ketidaksempurnaan itu.

Berproses, itulah jalan yang kita tempuh. Bukan karena kita ingin cepat sampai, tapi karena kita ingin jalan ini punya makna. Dalam suka maupun kecewa, dalam diam maupun tawa, aku merasa kamu tetap jadi satu-satunya orang yang ingin aku ajak pulang. Aku ingin berproses terus bersamamu, Din. Bertumbuh bareng, belajar bareng, dan kalau boleh, sampai tua nanti pun tetap bisa cerita tentang masa tiga bulan yang jadi awal segalanya.

Jadi hari ini, aku nggak sedang minta kamu jadi pacarku dalam arti yang biasa. Aku cuma ingin kamu tahu, bahwa aku sudah memilih. Bahwa mulai hari ini, aku ingin kita melangkah bukan lagi sebagai dua orang yang saling mencari arah, tapi sebagai dua orang yang sudah tahu ke mana ingin pulang.

Kalau kamu juga merasa begitu, mari kita mulai berjalan. Dengan segala yang kita punya, dengan segala yang belum selesai. Tapi bersama.

Aku, yang ingin tumbuh bersamamu.
Aku, yang ingin kamu panggil teman hidup.

I love you sayang

Senin, 23 September 2024

Have I Really Done What I Want?

Wake up every morning to the smell of freshly brewed coffee, a ritual that’s become as natural as breathing. My business, Kopi Merah Putih, is thriving multiple locations, a loyal customer base, and a vision that’s resonating with so many. On paper, I’ve got it all: on progress, stability, and a sense of purpose. But here’s the thing; I can’t shake the feeling that something’s missing. That quiet voice inside keeps asking: Is this really what I want? Have I been chasing goals just to check them off, or is there something deeper that I’m still searching for?

Sure, I’ve nailed the basics: food, clothes, a roof over my head. But once you've got all that, what’s next? Does life get boring once you’ve reached your goals? Or is it that we’re always chasing something because, deep down, we're never fully "done" searching?

Now, as I’m gearing up for grad school at the University of Indonesia to study Environmental Science, I’m hoping it’ll open new doors. Not just in terms of understanding the world around me, but maybe understanding myself better, too. Maybe through this journey, I’ll uncover deeper meaning than just business success or material gains.

I’m realizing that the daily grind isn’t about racing to the finish line. It’s about learning to enjoy every step along the way. Maybe the real win isn’t in “getting there,” but in the fact that I’m always growing, always evolving. The journey is the point.

And who knows, life stays interesting because we never really know what’s coming next. Every day is another shot to learn, grow, and find deeper meaning in what we do. So, have I found what I’m looking for yet? Probably not. But that’s kinda the beauty of it through the search, I keep discovering new things that make life worth it.

So for now, I’m rolling with it. Maybe that’s what makes life exciting: the never-ending quest to figure it all out.