Hi Din!
Setelah penantian tiga bulan lamanya akhirnya kita dipertemukan hari ini. Hari dimana kita sepakat untuk menentukan arah dan tujuan kita kembali setelah melewati masa-masa kasmaran remaja alay dan cinta-cinta monyetnya.
Hal yang ga terduga jauh sebelum menjelaskan baik-buruk-dan jawaban nanti adalah kita bisa melewati ini dengan sangat baik, Din. Jauh dari ekspetasi yang kayaknya percintaan rasa penasaran dan obsesi. Lima tahun lalu aku pernah menuliskan tentang apa itu cinta dalam teori dan logika. Lucu ya, semua teori dan tulisannya itu terjawab dalam dirimu, tanpa disengaja, tanpa diduga.
Berawal dari pertemuan di MAPALA ya... walaupun sepertinya memang sudah niatmu juga ya mencari jodoh hahaha, dan aku yang sangat serius akan menjalani proses pencinta alam untuk ambisius mengabdi kepadanya. Dari pesona pelari terakhir yang masih konsisten dalam barisannya di stadion universitas indonesia diantara cowok-cowok lain, postur tubuhmu yang bagus, hingga kisah-kisahmu menjalani gagalnya menjadi bagian dari kepolisian. -- Disitulah kamu menarik; bukan karena kamu kuat dan sukses, tapi karena kamu rapuh dan tetap berjalan dengan segala proses yang ada.
Banyak sekali hal-hal yang bisa diceritakan selama perjalanan kita sejauh ini dan tentunya jadi pelajaran berharga dalam hidupku. Perasaan cinta-cintaan yang alay kayaknya sangat jauh dari pertemuan kita dan interaksi yang berjalan selama ini. Straight to the point, please. self-claimed nya andin dalam status whatsappnya anak ilmu komunikasi yang jadi kekurangan dalam diriku. Malu rasanya kalau harus jujur dalam tulisan 3 bulan ini yang mewajibkan ada bahasan baik dan buruknya dirimu. Mungkin, dan aku yakin, kamu selalu bilang merasa bodoh dan malu denganku. Tapi aku justru belajar lebih banyak dalam mengenal diriku sendiri, Din. Aku belajar berkompromi denganmu, mengelola emosional yang sebelumnya serba egois dan kita bisa mengkomunikasikannya berkat dirimu.
Dalam diriku selalu bangga denganmu dan bersyukur kepada Tuhan sudah dipertemukannya perempuan yang bagi diriku sempurna. Sempurna dalam berpasangan untuk terus berproses bersama walaupun berbeda umur dan latar belakang sosial lingkungan. Aku bersyukur semesta yang mendukung hubungan kita dan mungkin hanya mapala saja yang kita tahan selama ini untuk tetap profesional hahahaha.
Hal-hal yang kurang tentu banyak dan bukan manusia kalau tidak ada kekurangan. Tapi dari kekurangan yang terus belajar memahami untuk lebih baik itulah yang aku syukuri dari hubungan kita dengan berproses.
Aku suka dengan kebaikan yang ada dirimu dalam berkomunikasi dan juga di jurusan ilmu komunikasi kampus kita tercinta. Aku suka rupa dirimu yang sangat cantik (betapa tidak sadarnya diriku bisa menahan nafsu terhadap rupamu yang sempurna bagiku namun terelakkan dengan komitmen kita agar tetap menjaga batasan nafsu ini). Aku suka setiap kamu berinteraksi dengan siapapun yang selalu jadi perantaraku dalam bersosial dengan yang lain yang aku gabisa dan malas. Aku senang orang-orang bercerita denganmu walaupun kadang buat kamu lelah juga. Aku suka latar belakang daerahmu yang banyak sekali adat dan penilaian sosial yang masih konteksnya dengan finansial uang. Mungkin kamu akan mengira itu akan jadi faktor utamaku menilai ketidaksukaanku denganmu. Tapi itu justru menjadi faktor utama kesukaanku karena kamu bisa memahami dan juga berbeda dengan penilaian sosialmu. Kamu tetap berkomitmen dengan prinsipku. Love you sayang.
Naif rasanya kalau semua hal-hal baik selalu dicurahkan tanpa menghiraukan yang tidak baik dalam dirimu. Namun ketidakbaikan itu justru jadi indikator lanjut dalam berproses yang sudah aku maksud sebelumnya, kita ga akan bisa sempurna tapi justru ketidaksempurnaan itu yang bisa membuat kita terus belajar dan jadi teman hidup dalam berproses menikmati kehidupan. Masih ada juga hal-hal yang kadang berbeda dengan diriku tapi kamu selalu belajar untuk mengubahnya menjadi lebih baik. Dan aku gamau menyalahkanmu karena memang harusnya seperti itu dari bentukan latar belakang sosial dan zamanmu.
Seperti namanya, teman hidup. Kamu terlalu sempurna untukku berproses bersama seumur hidupku Din. Kamu ga ada kekurangan dalam perspektifku menilaimu. Aku yang terlalu banyak kekurangan terutama dalam mengontrol diriku sendiri, dan aku sangat mewajari tulisan balikmu yang akan membahas kekuranganku itu. Jangan sungkan dan merasa berbeda karena kamu menilaiku. Aku juga hanya ingin jujur disini dan itulah perspektifku yang mungkin kamu akan mengelakknya.
Dan setelah semua yang aku rasakan, yang aku pelajari, yang kita jalani tanpa banyak janji manis atau drama, aku sadar bahwa mencintai seseorang ternyata bisa sesederhana ini. Tenang, jujur, dan pelan-pelan tumbuh. Tanpa perlu dibuat-buat, tanpa harus jadi sempurna. Karena kita tahu, kesempurnaan itu cuma ilusi yang kita kejar-kejar, padahal yang paling manusiawi justru saat kita bisa saling menerima di tengah ketidaksempurnaan itu.
Berproses, itulah jalan yang kita tempuh. Bukan karena kita ingin cepat sampai, tapi karena kita ingin jalan ini punya makna. Dalam suka maupun kecewa, dalam diam maupun tawa, aku merasa kamu tetap jadi satu-satunya orang yang ingin aku ajak pulang. Aku ingin berproses terus bersamamu, Din. Bertumbuh bareng, belajar bareng, dan kalau boleh, sampai tua nanti pun tetap bisa cerita tentang masa tiga bulan yang jadi awal segalanya.
Jadi hari ini, aku nggak sedang minta kamu jadi pacarku dalam arti yang biasa. Aku cuma ingin kamu tahu, bahwa aku sudah memilih. Bahwa mulai hari ini, aku ingin kita melangkah bukan lagi sebagai dua orang yang saling mencari arah, tapi sebagai dua orang yang sudah tahu ke mana ingin pulang.
Kalau kamu juga merasa begitu, mari kita mulai berjalan. Dengan segala yang kita punya, dengan segala yang belum selesai. Tapi bersama.
Aku, yang ingin tumbuh bersamamu.
Aku, yang ingin kamu panggil teman hidup.
I love you sayang